Bu Waluyo, itu lah panggilan untuk seorang ibu ketua kelompok Juragan binaan LKM-K Shafira Foundation di jalan Manglayang, Kelurahan Palasari, Kec. Cibiru Kota Bandung. Bernama asli Siti Aisah adalah seorang single parent berusia 61 tahun yang telah ditinggal mati oleh suaminya bernama Waluyo. Dari hasil pernikahannya Bu Waluyo mempunyai dua anak, masing-masing berumur 28 tahun dan 20 tahun. Putra sulungnya sudah bekerja dan tidak tinggal bersama Bu Waluyo. Namun, putra bungsu beliau adalah seorang anak berkebutuhan khusus (abk), sehingga di masa senjanya beliau masih merawat putranya tersebut seperti seorang balita.
Keanggotaan Bu Waluyo di kelompok binaan LKM-K Shafira Foundation merupakan bentuk dari kebijakan eksepsi atau pengecualian oleh pihak Shafira Foundation kepada beliau karena umurnya yang tidak memenuhi persyaratan, yaitu antara 25 hingga 55 tahun. Kejujuran, kepolosan, semangat hidup, dan kerja keras beliau dalam memenuhi tuntutan ekonomi keluarganya telah membuat pihak LKM-K Shafira Foundation tergerak untuk tetap memberikan izin kepada beliau bergabung dalam kelompok binaan LKM-K Shafira Foundation.
Bu Waluyo mengerjakan apapun yang sanggup beliau kerjakan asalkan bisa mendapatkan uang atau penghasilan yang halal. Pekerjaan dari tukang kredit perkakas dapur, kreditĀ Tupperware, penjual barang bekas, pembuat kerajinan barang bekas, dan tenaga kurir para ibu-ibu di lingkungan rumahnya pun dilakukannya. Penghasilannya sebulan rata-rata hanya sebesarĀ 400 ribu rupiah. Tahu dan nasi adalah menu yang paling sering dibuat Bu Waluyo untuk dirinya dan anaknya. Meskipun begitu, Bu Waluyo selalu bersyukur kepada Allah SWT sehingga semangat keceriaan selalu terpancar dari dirinya.
Setelah bergabung di dalam kelompok binaan LKMK Shafira Foundation, Bu Waluyo sudah terlihat perkembangannya dalam kewirausahaan. Bu Waluyo memutuskan menambah variasi barang dagangannya, yaitu dengan membelanjakan pinjaman modal yang diperoleh dari Shafira Foundation untuk membeli masing-masing satu jerigen cairan pencuci piring, pelembut pakaian, dan pemutih pakaian. Cairan tersebut dijual eceran dengan menggunakan botol minum 600ml bekas dan jerigen kecil ukuran 1 liter dengan tambahan biaya sebesar tiga ribu rupiah setiap jerigennya. Pemasarannya juga dibantu oleh anggota kelompok Juragan lainnya, sehingga barang dagangan beliau cepat terjual habis. Setelah cairan di tiga jerigen tersebut habis, beliau mulai menambah variasi cairan pembersih yang dijualnya, seperti menambahkan menjual deterjen cair. Sembari itu, Bu Waluyo dengan dibantu oleh Hani (salah satu anggota Juragan) mengumpulkan modal dan mempersiapkan rencana usaha makanan otak-otak dengan tampilan yang bersih, simple, menarik, dan modal yang relatif murah. Meskipun begitu, Bu Waluyo tetap menekuni aktivitas berjualannya yang dulu dia jalani.








Recent Comments