0

Peribahasa ini seolah tidak akan ada matinya, serta menjadi pengingat yang selalu ada dalam setiap perjalanan anak adam dalam meniti karir di dunia. Dari pengalamanlah seseorang akan belajar cara menyikapi berbagai masalah dan segala problematika yang muncul, pun demikian halnya dengan keseharian seorang Pendamping Wirausaha Muda. Kita bukanlah sekumpulan orang yang kaya akan ilmu, bukan pula sekumpulan orang yang sudah sangat mumpuni dalam menjalankan usaha, dan bukan pula bandar pengalaman di bidang sosial. Bahkan jika harus dijelaskan secara gamblang, kami adalah sekumpulan orang yang berusaha menyenangkan setiap puan yang kami datangi dengan berbagai sedikit kelebihan kami dalam bidang teknologi (terutama situs jejaring video, youtube.pen) tanpa sedikit pun tahu bagaimana cara menangani segala masalah yang muncul ketika usaha para puan itu mengalami kendala. Tidak jarang kami harus memutar otak agar senyum indah tetap terukir indah pada wajah mereka. Namun, adakalanya usaha kami tidak berjalan sempurna seperti yang kami gambarkan dan bayangkan. Itulah hidup dan kami tetap berjalan dengan langkah sempurna demi mendapatkan senyum tulus, tawa canda, dan sapa hangat dari mereka.

Bukan sebuah kebetulan ketika seorang FO (sebutan resmi pendamping wirausaha muda.pen) mendapatkan wilayah binaan, setidaknya ada beberapa alasan yang masuk akal untuk menyanggah pernyataan tersebut, namun pada dasarnya yang maha kuasa memang menakdirkan kita untuk berada di tengah-tengah mereka. Mempelajari kehidupan mereka dan mensyukuri segala yang ada pada diri kita saat ini, mungkin alasan tak kasat mata yang ingin Tuhan berikan pada kita. Adalah Pasir Leutik, salah satu tempat binaan yang terletak tidak jauh dari kantor kami berada. Sebuah desa pinggiran kota yang masih cukup asri dengan mayoritas penduduk bermatapencaharian menjadi pengepul rongsokan, tidak sulit untuk menemukan tempat ini dan tidak sulit pula mendatanginya. Ada beberapa puan yang ikut andil bagian dalam program pembinaan ini, mereka rata-rata bermatapencaharian sebagai pedagang namun tidak jarang ada sebagian dari mereka yang bermatapencaharian lain.

Hampir tiga bulan program ini berjalan di sana, berbagai hal telah dilewati. Namun masih terasa aman dan tidak ada kendala yang dapat menghasilkan tuba, menyenangkan berada di sana. Akan tetapi, masalah mulai bermunculan ketika kepercayaan mulai terbangun dari kami, beberapa puan tidak terlalu mentaati aturan dan bertindak sesuka hati. Tetapi, masalah aturan dan bertindak sesuka hati tidak terlalu memberatkan bagi FO yang bertugas di sana. Sebagai gambaran sederhana, mereka kurang bisa menyisihkan waktu mereka untuk berkumpul dan mungkin pula kedekatan FO yang bertugas di sana terlalu rapat, sehingga mereka dengan tenang menghilangkan esensi dari program itu sendiri, yaitu pembinaan. Jika hati yang menilai, tentu pilu yang dirasa. Namun, apa yang bisa dilakukan? Alasan mereka beragam dan membuat pikiran seakan terhenti, lalu menerima keadaan bahwa mereka tidak serius dalam menjalani program pembinaan dan lebih mementingkan uang yang mereka terima. Bagi FO yang bertugas di sana, hal tersebut memang sempat membuatnya sedih dan merasa bersalah pada diri sendiri bahkan pada lembaga yang ia bawa. Akan tetapi, masalah tidak berhenti di sana. Bahkan masalah yang muncul ini bukan masalah biasa, secara pandangan sosial hal ini merupakan masalah yang serius dan tidak bisa dipandang sebelah mata. Namun bagaikan pisau bermata dua, masalah ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan lisan saja. FO menemukan salah satu peserta program binaan bermatapencaharian ganda, menjadi seorang pengemis. Hal ini tentu menjadi sebuah pukulan telak di hati FO Pasir Leutik, sebab ini pertama kali dalam hidupnya, orang yang ia percayai bertindak tidak jujur dalam memberikan informasi mengenai dirinya.

Apakah menjadi seorang pengemis haram? Tentu tidak, namun ada hal yang jauh lebih baik daripada menjadi seorang pengemis, bahkan usaha rongsokan yang ia jalani justru lebih baik daripada menjadi pengemis. Hal ini tentu sulit untuk dipecahkan, di sisi lain si puan sendiri memandang FO hanya seorang petugas yang memberikan uang dan menagih angsuran tiap minggu, bahkan mungkin titel “pendamping wirausaha muda” tidak begitu ia pedulikan. Sementara di sisi FO sendiri, ia sangat ingin mengubah pandangan puan itu, dan mengarahkannya untuk tetap usaha serta berinovasi. Tetapi hal itu sulit dijalani, bahkan terbentur tembok besar, yaitu tembok “Bukan siapa-siapa dia”. Sedih, itu sudah pasti, bahkan hal tersebut adalah hal pertama yang dirasakan ketika melihat puan yang sedianya riang gembira, kini berubah menjadi puan yang selalu tersipu malu ketika bertatap badan dengan FO Pasir Leutik. Hal ini tentu bisa menjadi pengalaman berharga bagi FO bersangkutan, bahwa dekat dengan peserta program binaan itu harus, namun tetap dalam koridor pembina dan mitra binaan. Jangan terlalu dekat, karena tidak ada yang tahu kapan mereka menikung di belakang kita, menyalahgunakan kepercayaan yang telah diberikan oleh kita.

Leave a Reply